Sekedar celoteh sambil lalu, diketik pas malam-malam, sambil ngemil dan begadang. Jangan terlalu dalam dipikirkan, jangan bawa-bawa perasaan, jangan marah, dan salam sayang.

Kamis, 24 April 2014

Secangkir Rindu


Lelah parah setelah tenggelam seharian dalam sibuk yang tak tergenapkan. Hari ini menyusur sekali lagi jalanan panjang penuh kemacetan, sepanjang siang, setengah malam. Kaki kaku-kaku, badan pegal-pegal, tenggorokan kering kerontang, perut berteriak keroncongan. Tapi bukankah kepuasan itu titik klimaks sebuah petualangan? Begitupun tentangmu. Aku tak juga menyerah merindumu, selelah apapun hatiku berpasrah, sekeras apapun otakku meminta. Selagi aku masih menikmati melakukannya.

Dulu aku selalu merengek minta waktu, memintamu menjadi luang diantara sibukmu. Dulu. Berlalu. Begitu saja, tiba-tiba tanpa kuminta, tanpa bisa kudeteksi alasannya. Sekarang sekedar merindumu saja rasanya sudah cukup bagiku. Bagaimanapun melulu membincangmu tak selalu menyenangkanku, terlebih aku mudah bosan pada sesuatu, sayang tidak tentangmu. Tak apa tak tahu apa-apa tentangmu sekarang.

Bukankah cerita kita cuma sekedar kesalahan masa lalu? Yang kemudian dulu kita pikir menjadi sebuah takdir yang dicatatkan tuhan, sederhana, menyenangkan. Pada akhirnya kita sama-sama sadar dengan candaan yang mungkin tak sengaja digoreskan tuhan, dan semesta mengamiini tanpa diminta.

Bagaimanapun, apa yang lebih menenangkan? Toh jalanan masih teramat panjang, jika kita berhenti di sini sekarang tak akan banyak yang perlu disesalkan. Hanya saja kemudian kita masih berhak tetap meminta, kita masih berhak saling mengirim do'a. Kemudian, jika [kebetulan] di masa depan kita berjumpa pada satu titik yang sama, jangan pernah berpikir itu kesempatan kedua. Anggap saja sebagai permulaan yang kita usahakan, lalu berbahagialah dalam pertemuan.


Bandung nan gerimis, dimana aku di sini
Kamu dan secangkir rindu yang mulai kau pelajari, jangan pernah lelah membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar