Sekedar celoteh sambil lalu, diketik pas malam-malam, sambil ngemil dan begadang. Jangan terlalu dalam dipikirkan, jangan bawa-bawa perasaan, jangan marah, dan salam sayang.

Selasa, 15 April 2014

Malaikat Juga Tahu



Ibu selalu mengalah dari bapak, tapi semua juga tahu betapa hebatnya ibu. Kalau dinilai 10-100, ibu dapat seratus bulat, tambah dua kali lipat jika timbangannya mampu. Tapi sekali lagi, sehebat apapun, sebenar apapun, ibu tetap selalu sedia mengalah dari bapak. Tanpa diminta. Satu kali pernah kutanya kenapa ibu bisa se-legowo itu, jawabnya sederhana, hanya dengan sebuah senyum yang dalam artinya, katanya aku akan tahu jika nanti sudah jadi ibu. 

Lain kali, suatu saat aku diamanahi untuk mengalah, dalam sebuah cerita yang jauh berbeda dari milik ibu. Ini hanya tentang kestabilan sepihak yang butuh belas kasihan, dan bertolak dari lapangku semua akan baik adanya. Sekeliling tahu bagaimana posisi ku, dan bagaimana jalan ceritaku sampai harus ada di posisi itu. Dengan segala alasan yang meninggikanku, akhirnya aku yang dibuat turun jauh ke bawah. Sedih, luruh, berjibaku. Bahkan setiap alasan terhebatku mental. Bahkan setiap kebenaran yang kubuktikan tak lagi perlu. Kesediaanku mengucap maaf yang kemudian jadi obatnya. Dan begitulah. 

Lalu aku hanya bisa mengingat ibu. Berlari padanya dengan sejuta asa, yang pada akhirnya berhenti sebelum terlempar, mengambang di awang-awang. Kutarik lagi keluhku. Bagaimana bisa aku datang padanya sementah itu hanya untuk meluapkan setiap kesalku yang aku yakin akan membebaninya. Ah ibu, pada akhirnya aku hanya sekedar bersandar dan diam, meskipun aku tahu ibu tahu.

Jadi begitulah, pada akhirnya setiap kekalahan itu tak selalu berarti kalah. Hanya orang-orang yang berjiwa besar yang kemudian sanggup tetap melangkah tegar meskipun dunia luar menatap heran. Ibaratnya sepak bola, "We're Staying Up!" nya MU masih tetap jadi paling ramai di setiap chant MU sepanjang stadion meskipun MU kalah dipertandingan, setidaknya dia selalu juara dihati fans setianya meskipun keluar dari zona liga champion musim ini. 

Pada akhirnya, sebenci apapun aku pada kata maaf, sekukuh apapun aku pada setiap jalan yang kuusahakan, aku hanya harus kembali pada kebermanfaatan, semesta pasti tegar menyambutnya, malaikat juga tahu bagaimana yang semestinya. Karena bukan kemenangan yang mengantarkan kita pada bahagia, tapi sebaliknya.

Bersama hati yang sedang belajar menyusun kata,
bersama jejak terlena yang mulai berdendang diam
Jogja, sekelumit maaf untuk hatiku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar