Malam ini
membincang rintik hujan yang tak jemu-jemu menjeratmu dalam pikirku. Sekali
lagi jumpa hari favoritku, hari dimana mengingatmu menjadi candu. Hari dimana
lelah setelah dua puluh empat jam habis denganmu jadi bahagiaku.
Membingkaiku,
Dalam
sebuah pagi, terburu, tak menentu, dan aku tak lagi formal berseragam. Ibu
bilang aku cuma harus bangun lebih awal, memilih oksigen diantara bauran asap
sepanjang jalan. Memasuki masa sehabis SMA, pada akhirnya.
Melenggang
tak tenang, menjelang gerbang tampan, aku tentu saja penuh malu. Siapa yang
tahu akan jadi bagaimana hari ini. Pesan ibu aku hanya harus mulai berbincang,
pesan ayah aku hanya harus mulai terbiasa membahasa dengan kata-kata. Begitulah,
aku berusaha tenggelam dalam lautan orang, berbalut latar belakang yang
bhineka, membincang entah apa, yang aku tahu aku tak tahu. Lalu, berbekal
jutaan kicau alam bawah sadar yang tak sempat kulempar aku kukuh berdiam.
Dan
disanalah kumulai jelajah indah dunia nyaman temaram yang tak juga benar-benar
kukenal. Dua setengah tahun berlalu, aku hanya selalu bersyukur jika harus
mengingat hari pertamaku, bersandar si kuat kayu cokelat di pojok depan
ruangan, tentu saja waktu yang memilihkannya untukku. Dan kalian disekelilingku.
Kawan, aku
senang ketika pada akhirnya kita berjumpa. Aku masih sangat tepat mengingat
bagaimana mereka bertanya dari dan bagaimana kita datang. Aku dan beberapa hal
sederhana tentangku, kamu dan sederet cerita hebatmu. Pada akhirnya semua
itu jadi masa lalu, dan aku, dan kamu,
dan kita menjadi sebuah cerita baru.
Aku masih
sangat tepat mengingat bagaimana aku hanya bisa diam bersemangat menyoal apapun
tentang kalian, tentang kita, dan setiap jalanan yang kemudian kita pilih untuk
kita selesaikan. Di antara semangat yang menggebu, di antara lelah yang pasrah,
diantara rangkaian kisah kita, aku hanya senang.
Bukahkah
cerita kita adalah garis tuhan? Sekarang, setelah lalu lalang orang kujumpa, bagiku
masih kalian selalu menang. Kita tetap lantang, melenggang tanpa peduli beban. Selamanya
aku, melalui setiap detik pertikaian hari di masa ini dengan kesenangan.
Jogja,
berkawan secangkir kopi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar