Sekedar celoteh sambil lalu, diketik pas malam-malam, sambil ngemil dan begadang. Jangan terlalu dalam dipikirkan, jangan bawa-bawa perasaan, jangan marah, dan salam sayang.

Selasa, 15 April 2014

Membincang Kita



Malam ini membincang rintik hujan yang tak jemu-jemu menjeratmu dalam pikirku. Sekali lagi jumpa hari favoritku, hari dimana mengingatmu menjadi candu. Hari dimana lelah setelah dua puluh empat jam habis denganmu jadi bahagiaku.

Membingkaiku,
Dalam sebuah pagi, terburu, tak menentu, dan aku tak lagi formal berseragam. Ibu bilang aku cuma harus bangun lebih awal, memilih oksigen diantara bauran asap sepanjang jalan. Memasuki masa sehabis SMA, pada akhirnya.

Melenggang tak tenang, menjelang gerbang tampan, aku tentu saja penuh malu. Siapa yang tahu akan jadi bagaimana hari ini. Pesan ibu aku hanya harus mulai berbincang, pesan ayah aku hanya harus mulai terbiasa membahasa dengan kata-kata. Begitulah, aku berusaha tenggelam dalam lautan orang, berbalut latar belakang yang bhineka, membincang entah apa, yang aku tahu aku tak tahu. Lalu, berbekal jutaan kicau alam bawah sadar yang tak sempat kulempar aku kukuh berdiam.

Dan disanalah kumulai jelajah indah dunia nyaman temaram yang tak juga benar-benar kukenal. Dua setengah tahun berlalu, aku hanya selalu bersyukur jika harus mengingat hari pertamaku, bersandar si kuat kayu cokelat di pojok depan ruangan, tentu saja waktu yang memilihkannya untukku. Dan kalian disekelilingku.

Kawan, aku senang ketika pada akhirnya kita berjumpa. Aku masih sangat tepat mengingat bagaimana mereka bertanya dari dan bagaimana kita datang. Aku dan beberapa hal sederhana tentangku, kamu dan sederet cerita hebatmu. Pada akhirnya semua itu  jadi masa lalu, dan aku, dan kamu, dan kita menjadi sebuah cerita baru. 

Aku masih sangat tepat mengingat bagaimana aku hanya bisa diam bersemangat menyoal apapun tentang kalian, tentang kita, dan setiap jalanan yang kemudian kita pilih untuk kita selesaikan. Di antara semangat yang menggebu, di antara lelah yang pasrah, diantara rangkaian kisah kita, aku hanya senang. 

Bukahkah cerita kita adalah garis tuhan? Sekarang, setelah lalu lalang orang kujumpa, bagiku masih kalian selalu menang. Kita tetap lantang, melenggang tanpa peduli beban. Selamanya aku, melalui setiap detik pertikaian hari di masa ini dengan kesenangan.

                                                                                                          Jogja, berkawan secangkir kopi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar